Kamis, 22 Maret 2012

Menelisik Permasalahan Kebebasan Internet di Indonesia


Internet sudah menjadi barang yang umum bagi masyarakat Indonesia yang masih dikategorikan negara berkembang. Hampir setiap lapisan masyarakat, kota maupun desa, tua dan muda sudah mengenal internet. Walaupun usia pengenalan masyarakat terhadap internet saya katakan masih "bayi", namun ini merupakan awal yang baik karena laju internet di Indonesia sangat pesat. Hal ini berdampak pada proses globalisasi teknologi yang mudah diterima masyrakat, sehingga menghilangkan kesan "gaptek" atau gagap teknologi. Sebelum membahas lebih jauh, saya uraikan sejarah masuknya internet ke Indonesia.

Indonesia ternyata sudah dihinggapi teknologi internet sejak lama. Tahun 1990 teknologi internet masuk ke Indonesia dan dikenal dengan paguyuban network. Rahmat M. Samik Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu Surya, Firman Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W. Purbo adalah nama-nama penting yang berkontribusi besar dalam pembangunan internet di Indonesia (link). Jadi bisa dikatakan usia internet masuk di Indonesia ini sudah cukup tua. Tapi ini belum bisa dibandingkan dengan seberapa kenal masyarakat dengan Internet.

Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat Indonesia, termasuk semakin mudahnya memasuki perguruan tinggi memicu berkembang pesatnya internet. Ini disebabkan Internet menjadi sumber yang murah, lengkap, dan mudah untuk mendapatkan data-data pelengkap perkuliahan disamping perpustakaan tentunya. Teknologi one clicking memang sangat memudahkan mahasiswa mendapatkan data. Disusul dengan hadirnya search engine mesin seperti Google dan Yahoo! seolah membuat dunia ada di tangan.

Seberapa jauh Indonesia mengenal internet? Pertanyaan ini akan saya jawab kepada diri saya sendiri. Saya mengenal internet pada akhir tahun 2003 dari guru les komputer saya. Karena waktu itu saya belum memiliki perangkat internet jadi ilmu yang saya dapatkan dari les tidak terlalu memperkenalkan saya kepada internet. Namun 3 tahun belakangan, ketika masuk perguruan tinggi dimana hal itu memaksa saya untuk terus mengupdate berita dan mengakses data sebanyak mungkin demi keperluan kuliah saya. Google adalah teman sehari-hari saya yang saya panggil Mr. Know Everything. Semakin canggihnya ponsel yang dilengkapi fitur internetpun membawa saya ke dunia yang lebih luas. Saya termasuk yang malas menonton berita atau membaca koran. Tapi internet membuat saya punya kebiasaan mengupdate isu-isu baru baik lokal maupun manca. Disusul dengan munculnya fenomena social networking, kemudian sayapun berkenalan dengan yang namanya FRIENDSTER. FRIENDSTER menurut saya menjadi cikal bakal menjamurnya penggemar social networking hingga muncullah FACEBOOK, dan hal ini pula yang membuat internet bisa masuk ke desa. Menurut saya masyarakat pedesaan lebih dulu mengenal internet lewat Facebook. Seolah-olah menjadi lifestyle, Facebook menjadi hal yang wajib dimiliki bagi setiap orang. Dan masyarakat pedesaan pun, mudah sekali berkenalan dengan FACEBOOK. Bagi saya, hal yang saya ceritakan pada paragraf ini, meskipun hanya dari sudut pandang saya, dengan memperhatikan apa yang terjadi di sekeliling saya, saya yakin andapun akan mengiyakan apa yang saya ceritakan pada paragraf ini.

Selain situs jejaring sosial yang dekat dengan masyarakat Indonesia, kini Blog pun ikut gandrung meramaikan dunia internet. Blog difungsikan sebagai catatan harian, media publikasi dalam kampanye politik, sampai dengan program-program media ataupun perusahaan-perusahaan (link). Fungsi-fungsi tersebut ternyata memang dibutuhkan untuk masyarakat Indonesia karena seolah-olah mendapat media yang tepat, mudah diakses, mudah diedit dan berbagi dengan yang lain. Kiranya cukup bagi saya menceritakan bagaimana internet berkenalan dengan masyarakat Indonesia.

Globalisasi memang membawa bukan hanya dampak positif namun juga membawa dampak negatif bagi tuan rumahnya. Internet memang menjadi teknologi yang cepat diadaptasi oleh masyarakat Indonesia, membantu munculnya keterbukaan informasi, dan membuat masyarakat Indonesia lebih maju tentunya. Tetapi penggunaan internet bukan pada fungsinya menimbulkan masalah baru yang mungkin terlihat sederhana, namun bisa membahayakan. Bukan hanya membahayakan yang bersifat individu maupun sosial. Berikut kita ambil beberapa contoh kasus yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia akibat penyalahgunaan internet.

Facebook menjadi media dimana kita bisa menunjukan existensi diri di jejaring sosial. Nama, tanggal lahir, agama, dan beberapa data pribadi dimasukkan shingga semua orang bisa melihat profil kita dengan mudah. Foto diripun menjadi salah satu pelengkap dan hal wajib dalam menghiasi FACEBOOK. Status update lebih sering menunjukan hal deskrpisi kegiatan user pada saat itu ataupun mendeskripsikan perasaan yang melanda user. Jadi, seseorang yang tidak saling kenal dengan user lain di Facebook, ketika pertama kali berkenalan, tidak seperti perkenalan langsung (direct introduction), mereka akan langsung menegnal lebih dalam tentang orang tersebut. Karena secara tidak langsung orang tersebut telah mengatakan tanggal lahirnya, data pribadi selengkapnya, wajahnya, bahkan status sosialnya apakah dia seorang yang sedang mencari pasangan, punya hubungan, menikah, ataupun bercerai. Seperti dilansir dalam (Vivanews.com), hingga 2011, Indonesia merupakan pengguna FACEBOOK terbesar kedua di Dunia setelah Amerika Serikat. Bahkan, menurut sumber yang sama, Russ Conrad, Regional Director Effective Measure untuk Asia Tenggara, pada materi presentasinya yang dipaparkan pada acara panel diskusi Effective Measure–PPPI, di Jakarta menyatakan bahwa 28,86 persen orang Indonesia mengecek Facebook lebih dari enam kali sehari. Hal tersebut merupakan bukti betapa antusiasnya netizen Indonesia terhadap Facebook.

Kriminalitaspun menguntit lewat Facebook. Seseorang yang berniat jahat akan lebih mudah mengawasi sasaran korban yang mempunyai akun Facebook dan sangat eksis. Dia bisa mudah mengatahui data pribadinya serta kegiatan perwaktunya lewat status update sang korban. Memang Facebook membuat user tidak sadar bahwa dia telah membuka lebar-lebar kehidupannya untuk diketahui orang lain bahkan orang yang tidak dikenalnya. Apalagi apabila orang tersebut ingin berniat jahat. Misalnya, seseorang yang aktif mengutarakan perasaan sedihnya, permasalahannya, kesenangannya di Facebook bisa memudahkan seorang penculik menganalisa perasaan hatinya sehingga dia bisa mengatur aksinya. Hal tersebut marak pada tahun 2010, anda bisa mengikuti beberapa kasusnya disini dan disini.

Contoh lain dari penggunaan yang tidak tepat dari situs jejaring sosial adalah ketika seseorang terlalu bebas berbicara dikarena mereka tidak saling bertatapan langsung. Aplikasi di Twitter dan Facebook yang bisa mention nama seseorang yang dituju yang sedang dibicarakan, tidak berkesan menyindir namun seperti langsung membicarakan orang didepan orang yang dibicarakan. Kasus yang dialami Marisa Haque dan Addie MS. Agaknya kebebasan berbicara menjadi tidak berbatas sehingga yang tadinya tidak berani adu mulut langsung, jejaring sosial menjadi wadah yang tepat untuk berperang. Apapun bisa dikatakan toh mereka tidak bertemu langsung. Dan tanpa sadar dengan bertengkar lewat jejaring sosial malah membuat pertengkaran mereka menjadi "tontonan gratis" masyarakat pengguna situs jejaring sosial tersebut. Contoh kasus lain anda bisa lihat disini.

Blog pun menjadi tempat yang sering disalah fungsikan oleh para netizen. Banyak blog berbau pornografi masih bergerak bebas di Indonesia. Yang lebih parah, kasus yang masih hangat tentang penyalah gunaan media internet yaitu blog pembunuh bayaran. Secara terang-terangan pemilik blog menawarkan jasa pembunuhan. Ini benar-benar menunjukan betapa sudah bebasnya dan bablasnya penggunaan internet di Indonesia.

Lalu apa solusinya? Sebagai negara demokrasi memang kebebasan berpendapat apalagi media menjadi satu pilar utama dalam memajukan demokrasi itu sendiri. Tapi kebebasan ini harus lah ada kontrol dan itu sudah menjadi tugas utama pemerintah. Sistem sensor internet di China mungkin terlalu ekstrim tapi itu bisa dipelajari dan diambil positifnya. Pemerintah China memang memblokir Facebook dan Twitter karena melihat lebih banyak merugikannya dibanding keuntungannya. Kritik terhadap pemerintah memang diharuskan selama itu bersifat membangun. Tetapi kritik yang sudah mengandung unsur SARA ataupun penghinaan sudah jelas-jelas melanggar hukum dan sangat merugikan. Hal ini malah bukan membuat masyarakat semakin pintar dengan adanya internet, namun malah membuat masyarakat menjadi seperti tidak berpendidikan karena mengucapkan kata-kata yang tidak semestinya di internet. Seharusnya internet bisa lebih membuat manusia lebih beradab dengan mengajarkan masyarakat untuk lebih beretika dalam berbicara ataupun berforum baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya.

Selanjutnya pemerintah seharusnya melakukan tindakan tegas terhadap konten-konten yang bersifat membahayakan baik itu kriminal maupun pornografi. Jadi bukan hanya sekedar mengawasi gerak-geriknya, peringatan bagi pemilik konten yang dilanjutkan dengan pemblokiran harus dilakukan. Ini mencegah lebih menjamurnya konten-konten negatif sehingga tidak ada efek takut ataupun jera.
Masyarakat Indonesia tentunya mengharapkan internet yang lebih sehat dan bermanfaat. Pemerintah harus lebih fokus terhadap masalah ini dan bila perlu punya polisi khusus untuk mengawasi dan menegakkan hukum bagi penyalahgunaan internet. Jaya terus netizen Indonesia!

Tidak ada komentar: