Sabtu, 24 Maret 2012

Seperti Peribahasa


“Aaah…!!!” jerit anak-anak perempuan sambil berlari ke luar halaman. Wajah mereka seperti mau mati ketakutan. Tapi Dini hanya tertawa melihat teman-temannya berlari ketakutan. Sesuatu melilit-lilit manja di pundaknya, warnanya mengkilat dan bersisik. Terkadang benda itu menjulurkan lidahnya yang seperti pita. Ya… ular sanca itu menurut Dini memang lucu.
“ Ah..pada cemen banget si loh, orang ga gigit juga, udah lari kaya liat setan aja.” Kata Dini sambil mengelus-ngelus ularnya.
“ Eling Din, ular segede gitu lu bilang orang!” teriak Titi dari balik pager. Titi lari paling jauh, sampai nyebrang trotoar. “ Bawa jauh-jauh Din, iket kek kandangin kek.”
Akhirnya Dini mau mengembalikan ular sanca itu masuk ke kamarnya. Dini mengunci pintu kamarnya kemudian mengajak teman-temannya kembali ke ruang tamu untuk belajar bareng. Mereka pun masuk dengan sisa-sisa ketakutan mereka.

Lama teman-teman Dini terdiam. Tapi Dini tidak berhenti tertawa, rasanya kejadian tadi memang kejadian paling lucu seumur hidupnya buat Dini.
“ Eh kenapa sih kalian, ko pada diem gitu. Oh iya, lupa, ntar ya.”
Dini membuka pintu kamarnya kembali. Grubuk…!!! semua temannya lari lagi.” Din, lo bawa lagi tu naga gue pulang nih”
“ Ngga…!!!” teriak Dini dari dalam kamar. Kemudian terdengar musik dari kamar Dini, Hapus Aku-nya NIDJI. Dini pun keluar.
Mereka saling berpandangan. Mereka bingung buat apa nyetel musik kalo kamernya di tutup. Ya maksudnya bukan pengen ularnya keluar lagi kalo di buka. Tapi siapa juga yang mau denger musik di dalam.
‘ Si Japra, pengen denger NIDJI”, kata Dini sambil duduk dan melipat kakinya di lantai. Mereka saling berpandangan lagi. Siapakah Japra?
“ Itu si japra, cacing yang barusan bikin kalian lari. Dia mah nge-fans sama NIDJI.”
“ Cacing..?ular segede gitu lo bilang cacing. Orang lain piaraannya burung, kucing, anjing eh lo ular. Apa ga salah? Pake ngefans NIDJI lagi ularnya.?” Tanya Tika bingung.
“ah itu mah biasa. Gue mau yang luar biasa…he..he..”, berhenti sejenak.
Teman teman Dini begitu serius mendengar penuturan Dini. Mereka penasaran. Dini, cewek di sekolah yang paling takut binatang-binatang kecil seperti ulat, kecoa, bahkan semut merah dia pun takut. Nah sekarang tiba-tiba bawa ular segede tiang listrik di kamar Dini pula di simpennya? Apa untuk aksi unjuk gigi kalo dia ga takut sama binatang kecil lagi, mungkin mau buktiin kepada dunia, nih gue ga takut lagi, gue bawa sekalian naga dari negeri dasar laut,he..he..Ga deh itu hiperbolisnya aja.
“Gue ga asal piara kok..”, katanya memulai cerita.
Dini bercerita, sebulan yang lalu ular itu dikasih Mang Diman pembantunya Dini. Mang Diman mengatakan kalo ular itu udah jinak dan udah dibuang bisanya. Ular bisa menjadi teman yang baik dan enak diajak curhat.(ya iyalah… Jelas ENAK DIAJAK CURHAT nenek-nenek ompong juga tau ular ga bisa ngomong., jadi ga banyak protes). Mulanya Dini juga merasa takut, dan menolaknya. Tapi Mang Diman meyakinkan Dini. Dini kan sering merasa kesepian karena sering di tinggal orang tuanya keluar kota. Jadi Dini tidak punya temen curhat. Siapa tau ular ini bisa jadi teman yang baik.Akhirnya Dini bersedia dan seminggu kemudian, Dini sudah menunjukan keakrabannya pada ular itu.
***
Besoknya Dini pergi ke sekolah sambil tersenum-senyum sendiri. Bel masuk pun berbunyi. Semua anak masuk ke kelas. Kelas Dini kebagian pelajaran Pak Marwan guru Matematika,tapi kebetulan pa Marwan sedang ada tamu kelihatannya, Jadi Pa Marwan memberi tugas kepada anak-anak. Tapi di kelas semua anak ribut tak karuan.
“Kesempetan nih…,”pikir Dini
“ Nah teman-teman tenang dong. Gue kenalin temen baru kita semuanya. Saksikanlah JAPRA…ayo Japra jangan malu-malu, beri tepuk tangan yang heboh”. Dini mengeluarkan ularnya dari dalam tas.
Wah kontan semuanya pada membludak keluar kelas, ada pula yang naik ke atas meja. Ada juga yang ber hus-hus pakai sapu.
“ Din, gila lo yeh, bawa ular ke sekolah, lo kira ni kebon binatang”, kata Firman ketakutan.
“ Dia, baik kok. Tuh… lihat”, Dini mengelus-ngelus ularnya sembari berlenggak lenggok. Sangat mirip dengan penari ular menurut Firman.
“ Baik-baik dari Hongkong. Dimana- mana ular tuh gigit tau.”
Ternyata keributan itu terdengar sampai ke ruang guru. Berbondong-bondong guru mencari sumber keributan. Ketika pintu kelas dibuka, semuanya terdiam. Dini hanya melongo melihat tingkah laku teman-temannaya.
“ Ada apa ini ribut ribut?” tanya Bu Yati angker.
“ I…ii..tu bu. Si..Dini ba..ba…ba..” jawab Anto gagap.(bukan karena ketakutan, tapi memang sudah dari pabriknya gagap)
“ Ba..ba apa…? Banjir, badak, bicara yang benar Anto.”
“Di..dini, ba..ba..bawa , u..ular Bu.”
Di Ruang Guru.
“Sekarang ibu tanya, apa alasan kamu bawa ular ke sekolah? Kamu mau usil ya? Mau bikin keributan ya?”tanya BU Yati.
“ Engga bu saya Cuma mau kenalin teman baru saya sama teman-teman. Abis kalo disuruh kenalan sendiri Japra bilang malu. Ga PD katanya..lagian saya ga maksud bikin takut mereka ko, ini aja saya ajak ke sini nunggu jinak dulu.” Dini menjawab dengan polos.
Ibu Yati menggeleng geleng kepala sambil berdecak decak.” Dengar Dini, kamu sudah keterlaluan, kamu perlu di Skors karena melanggar peraturan sekolah”
“Melanggar apanya Bu, Saya lihat di Sanksi Point tidak ada larangan membawa ular. Tapi kalo ibu tidak suka saya bawa ular biar besok saya bawa si Amanda Kambing saya.”
“Dini..Ibu tidak sedang bercanda.ini bukan masalah ibu suka atau tidak suka. Memang tidak ditulis larangan membawa ular ke sekolah. Tapi kamu sudah buat keonaran di sekolah dan membawa sesuatu yang membahayakan ke sekolah. Ini termasuk pelanggaran berat. Besok ibu ingin bertemu dengan orang tuamu, dan kamu diberi skors 3 hari, sekarang silahkan menunggalkan ruangan ini dan sampaikan surat ini.pada orang tuamu.”
“Ularnya di skors juga bu?”
“Silahkan keluar”. Tukas bu Yati
Dini menutup Ruang Guru dengan wajah murung. Skors? Aduh itu masalah besar baginya. Orang tuanya bisa marah besar.
***
“TI… gue mesti gimana dong”, kata Dini di telefon malamnya.
“Aduh Din…sori deh, aku ga bisa bantuin kamu. Bukannya aku ga mau nolongin, tapi kalo masalahnya dengan Bu Yati, gue angkat tangan deh. Biasanya kalo diselesein malah berbuntut panjang. Lagian gue juga kurang setuju lo piara tu ular gue juga takut. Ntar ga ada yang mau temenan ama kamu. Emang mau temenan sama pawang ular, kan Cuma pawang ular yang ga takut sama ular.
***
Esoknya Orang tua Dini pulang dari Surabaya. Mereka langsung menginterogasi Dini ketika sebelumnya menerima laporan tentang Dini dari Ibu Yati. Dini diberendeli pertanyaan. Dan orang tuanyapun marah-marah. Dini menangis sambil manyun. Orang tua Dini mendengar pengakuanya bahwa ular itu diberikan Mang Diman sebulan yang lalu,.
Mang Diman…
“ Saya minta maaf Pa, soalnya saya kasihan melihat neng DIni cemberut terus. Katanya Neng dini, neng Dini kesepian di Rumah sendirian ya saya ambil inisiatif kasihin si Japra sama neng Dini buat jadi temen. Japra baik ko Pa..!”
Orang tua Dini pun akhirnya mengerti pokok permasalahannya. Mereka pun tidak bisa menyalahkan Mang Diman, karena Mang Diman juga bermaksud baik. Orang tua Dini menemui Dini di kamar dan meminta maaf karena selama ini telah melupakan Dini. Tapi orangtua Dini sudah sepakat untuk menjual Ular tersebut, sebab bagaimana pun ular adalah binatang yang membahayakan, dan mungkin suatu hari akan membahayakan dirinya. Merekapun bernegoisasi. Orang tua Dini berjanji tidak akan meninggalkan Dini lagi dengan kesibukan kantor mereka tetapi dengan syarat ular itu harus di jual. Mulanya Dini menolak dengan alasan hanya dia teman baiknya. Tetapi orang tua Dini berkata bahwa ini semua demi keselamatan Dini juga. Dini pun akhirnya menyetujui dengan syarat pula agar Dini diperbolehkan sekali-kali menengok Japra. Dan dengan berat hati Dini berkata “ DEAL”.
3 minggu setelah ular itu di jual ke Toko kolektor satwa, Dini merasa kangen. Dini pun mengajak Titi dan Tika untuk menjenguk Japra.
Dini mendekati sang pemilik toko yang sedang asik melihat burung kakak tua.
“ Pa, ular sanca yang 3 minggu yang lalu saya bawa kesini mana pak?”
“Kenapa neng? Mau di beli lagi? Coba bapak liat dulu yah.. catetannya. Wah..semua ular sanca ini udah pada diborong sama kolektor kulit binatang”
Dunia serasa jungkir balik,” Wah…jangan –jangan si Japra udah dikuliti.” Setelah Dini menanyakan alamat kolektor kulit tersebut dia bergegas menuju alamat tersebut.
Sesampainya di tempat tujuan, Dini bertanya tentang ular sanca yang baru dibeli toko tersebut dari kolektor satwa yang di temuinya kepada sang pemilik kolektor kulit.
“Wah neng ular-ular itu udah dikuliti jadi dompet. Nih, neng mau beli? Harganya cukup mahal loh…?jawab orang itu polos.
“ aah… Tit, Tik …temen gue udah jadi dompet”.Dini menangis
“udah dong jangan nangis di sini,kan malu. kita ngerti ko perasaan lo. Tapi lo kan punya kita yang tetep jadi temen , dan tetep sayang ma loo.”kata Tika menenangkan tangis Dini.
Sepanjang perjalanan Dini hanya menangis, dan temannya mendengarkan kesedihannya.
“Ya…Tik ko jadi kaya peribahasa yah?” kata Dini tiba-tiba sambil berhenti nangis.
“Peribahasa apaan?”kata mereka bareng.
“ Kalian pernah denger ga ‘Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Nah kalau yang ini ular mati meninggalkan dompet.”
Setelah beberapa detik terdiam, “ha..ha..ha, ada –ada aja si Din, lagi sedih masih aja pengen becanda. Tapi nasib si japra emang seperti peribahasa.”
TAMAT

Tidak ada komentar: